disunting dari website Pajakku penulis Kennard, 29 November 2023
Pada tanggal 21 November 2023, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang berperan penting dalam mendukung sektor industri perumahan di Indonesia. PMK tersebut adalah PMK Nomor 120 Tahun 2023 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Penyerahan Rumah Tapak dan Satuan Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2023.
PMK 120/2023 diterbitkan guna mendorong pertumbuhan ekonomi nasional di tengah dinamika perekonomian global dan meningkatkan daya beli masyarakat bagi sektor industri perumahan. Peraturan ini menjadi langkah konkret pemerintah dalam memberikan insentif kepada masyarakat melalui PPN ditanggung pemerintah atau yang dikenal dengan PPN DTP di tahun 2023.
Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) PMK 120/2023, terdapat 2 jenis rumah yang diberikan insentif PPN DTP untuk tahun anggaran 2023, yaitu rumah tapak dan satuan rumah susun yang memenuhi persyaratan. Lebih lanjut pada Pasal 2 ayat (2) dan (3), dijelaskan terkait definisi rumah tapak dan satuan rumah susun. Rumah tapak adalah bangunan berupa rumah tinggal atau rumah deret yang bertingkat atau tidak, termasuk tempat tinggal yang sebagian dipergunakan sebagai kantor atau toko. Sementara itu, satuan rumah susun adalah unit rumah susun yang berfungsi sebagai tempat hunian.
Menurut Pasal 3 ayat (1) PMK 120/2023, insentif PPN terutang yang ditanggung pemerintah adalah PPN atas penyerahan pada saat ditandatanganinya akta jual beli (AJB) atau perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) lunas di hadapan notaris. Penyerahan hak untuk menggunakan rumah tapak atau rumah susun siap huni juga harus dibuktikan dengan berita acara serah terima (BAST) sejak 1 November 2023 hingga 31 Desember 2024. Pembuktian BAST untuk mendapatkan insentif PPN DTP 2023 minimal harus berisi:
Nama dan NPWP Pengusaha Kena Pajak (PKP) penjual
Nama dan NPWP/NIK pembeli
Tanggal serah terima
Kode identitas rumah
Pernyataan bermeterai telah dilakukan serah terima bangunan
Nomor berita acara serah terima.
PPN DTP dapat dimanfaatkan oleh satu orang pribadi atas perolehan satu rumah tapak atau rumah susun. Orang pribadi yang dimaksud adalah Warga Negara Indonesia (WNI) yang memiliki NPWP/NIK atau Warga Negara Asing (WNA) yang memiliki NPWP dan memenuhi ketentuan kepemilikan rumah tapak atau rumah susun bagi WNA.
Pemanfaatan oleh orang pribadi tersebut harus memenuhi dua syarat untuk mendapatkan insentif PPN DTP 2023 atas penyerahan rumah tapak atau rumah susun menurut Pasal 4, antara lain:
Harga jual tidak boleh melebihi Rp5 miliar
Rumah tapak atau satuan rumah susun harus baru dan diserahkan dalam kondisi siap huni yang:
Telah memiliki kode identitas rumah
Diserahkan pertama kali oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) penjual yang menyelenggarakan pembangunan
Belum pernah dilakukan pemindahtanganan.
Berdasarkan Pasal 7 PMK 120/2023, PPN DTP diberikan hanya untuk PPN terutang masa pajak November 2023 hingga Desember 2023. PPN DTP ini akan diberikan untuk penyerahan berita acara serah terima (BAST) dengan periode:
Mulai 1 November 2023 hingga 30 Juni 2024, pemerintah akan menanggung 100% PPN yang terutang dari bagian dasar pengenaan pajak (DPP) hingga Rp2 miliar dengan harga jual tidak boleh melebihi Rp5 miliar.
Mulai 1 Juli 2024 hingga 31 Desember 2024, pemerintah akan menanggung 50% PPN yang terutang dari bagian DPP hingga Rp2 miliar dengan harga jual tidak boleh melebihi Rp5 miliar.
Meskipun syarat harga jual untuk mendapatkan insentif PPN DTP 2023 mencapai Rp5 miliar, tetapi insentif PPN DTP yang ditanggung maksimal sebesar Rp2 miliar. Sehingga ketika harga rumah lebih dari Rp2 miliar, maka perhitungan PPN DTP yang akan digunakan adalah maksimal Rp2 miliar.
Meskipun pemerintah memberikan insentif PPN DTP ini, terdapat penyerahan rumah yang tidak ditanggung pemerintah menurut Pasal 8 ayat (9) PMK 120/2023, yaitu:
Rumah yang diserahkan bukan rumah tapak atau rumah susun
Pembayaran down payment (DP) atau cicilan pertama sebelum 1 September 2023
Penyerahan rumah dilakukan sebelum tanggal 1 November 2023 atau setelah tanggal 31 Desember 2023
Terjadi perpindahan tangan dalam waktu 1 tahun sejak penyerahan
Tidak menggunakan faktur pajak
Pengusaha Kena Pajak (PKP) tidak melaporkan laporan realisasi
PKP tidak mendaftarkan berita acara serah terima (BAST)
Contoh 1
Bapak A membeli rumah tapak pada developer PT X seharga Rp1,5 miliar pada bulan November 2023 dengan nomor identitas rumah 12383BC675667. Pembayaran dilakukan secara tunai bertahap 10 kali dari bulan Desember 2023 sampai dengan bulan September 2024. Rumah tapak tersebut selesai dibangun dan diserahterimakan pada bulan Oktober 2024.
Dari pembelian rumah tapak tersebut, Bapak A dapat memanfaatkan insentif PPN DTP berdasarkan PMK 120/2023, yaitu sebesar 50% karena berita acara serah terima (BAST) diserahkan bulan Oktober 2024. Pembayaran yang dilakukan untuk bulan Desember 2023 sebesar Rp150 juta, PT X membuat faktur pajak dengan:
Kode 01 untuk 50% pembayaran Rp150 juta sehingga PPN terutang sebesar Rp75.000.000 x 11% = Rp8.250.000 tidak ditanggung pemerintah dan harus dipungut oleh PT X
Kode 07 untuk 50% pembayaran Rp 150 juta sehingga PPN terutang sebesar Rp75.000.000 x 11% = Rp8.250.000 yang ditanggung pemerintah
Bapak A berhak mendapatkan insentif PPN DTP atas pembayaran bulan Desember 2023 sebesar Rp8,25 juta.
Contoh 2
Ibu B membeli apartemen pada developer PT Y seharga Rp5 miliar pada bulan Oktober 2023 dengan nomor identitas rumah 14383CE657677. Pembayaran dilakukan secara tunai bertahap 3 kali dari bulan sebesar Rp1,5 miliar pada bulan Oktober 2023, Rp2 miliar pada bulan November 2023, dan Rp1,5 miliar pada bulan Desember 2023. Apartemen tersebut diserahterimakan pada bulan Januari 2024.
Dari pembelian apartemen tersebut, Ibu B dapat memanfaatkan insentif PPN DTP berdasarkan PMK 120/2023, yaitu sebesar 100% atas harga jual dengan DPP paling banyak sebesar Rp2 miliar karena diserahterimakan bulan Januari 2024. Untuk pembayaran bulan Oktober 2023, Ibu B tidak mendapatkan insentif PPN DTP. Pembayaran yang dilakukan untuk bulan November 2023 dan Desember 2023, PT Y membuat faktur pajak dengan ketentuan sebagai berikut:
November 2023:
Kode 07 dengan DPP untuk 50% dari Rp2 miliar sehingga PPN terutang sebesar Rp1.000.000.000 x 11% = Rp110.000.000 ditanggung pemerintah
Kode 07 dengan DPP untuk 50% dari Rp2 miliar sehingga PPN terutang sebesar Rp1.000.000.000 x 11% = Rp110.000.000 ditanggung pemerintah
Desember 2023:
Kode 01 dengan DPP Rp1,5 miliar sehingga PPN terutang sebesar Rp1.500.000.000 x 11% = Rp165.000.000 tidak ditanggung pemerintah dan harus dipungut oleh PT Y.
Ibu B berhak mendapatkan insentif PPN DTP atas pembayaran bulan November hingga Desember 2023 sebesar Rp220 juta.
Contoh 3
Saudara C membeli rumah toko pada developer PT Z seharga Rp1,1 miliar secara tunai bertahap 12 kali mulai bulan Agustus 2023 sampai dengan bulan Agustus 2024. Saudara B telah melakukan pembayaran pertama pada bulan Agustus 2023 sebesar Rp110 juta. Rumah toko tersebut selesai dibangun dan diserahterimakan pada bulan Agustus 2024.
Dari pembelian rumah toko tersebut, Saudara B tidak dapat memanfaatkan insentif PPN DTP berdasarkan PMK 120/2023 karena pembayaran pertama telah dilakukan sebelum bulan September 2023, yakni Agustus 2023.